Senin, 08 September 2025

Pemerintah Segera Terapkan Kenaikan Royalti Minerba, Dirjen ESDM Pastikan Tidak Memberatkan Industri

Pemerintah Segera Terapkan Kenaikan Royalti Minerba, Dirjen ESDM Pastikan Tidak Memberatkan Industri
Pemerintah Segera Terapkan Kenaikan Royalti Minerba, Dirjen ESDM Pastikan Tidak Memberatkan Industri

JAKARTA - Pemerintah Indonesia sedang dalam proses revisi sejumlah peraturan yang akan mengatur kenaikan tarif royalti dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batu bara (minerba). Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara. Revisi tersebut mencakup dua Peraturan Pemerintah (PP) penting, yakni PP No. 26 Tahun 2022 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta PP No. 15 Tahun 2022 mengenai perlakuan perpajakan dan PNBP di bidang usaha pertambangan batu bara.

Dengan revisi ini, beberapa komoditas mineral utama seperti nikel, emas, timah, tembaga, perak, dan bijih nikel akan mengalami kenaikan tarif royalti, yang diharapkan dapat memperbaiki struktur keuangan negara. Namun, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan membebani industri pertambangan yang sudah tertekan dengan situasi ekonomi global saat ini.

Dirjen Minerba ESDM: Pemerintah Tidak Akan Membunuh Industri Pertambangan

Baca Juga

Harga BBM Pertamina Terbaru Hari Ini

Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, memastikan bahwa kebijakan ini tidak akan mematikan industri pertambangan domestik. Dalam acara CNBC Indonesia Mining Forum di Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2025, Tri menyatakan, “Balik lagi ke royalti, yakinlah pemerintah tidak akan membunuh industri pertambangan karena memang diperlukan dan sampai sekarang terkait hilirisasi sangat diperlukan untuk ekonomi RI.” Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keuangan perusahaan sebelum menetapkan kenaikan tarif royalti.

“Pemerintah sebelum melakukan kenaikan pasti evaluasi terhadap keuangan perusahaan yang mana bisa optimal keuangan pemerintah dengan perusahaan,” tambahnya, menggarisbawahi bahwa kebijakan ini akan memperhatikan keseimbangan antara pendapatan negara dan keberlanjutan operasional perusahaan.

Revisi Tarif Royalti Mineral dan Batu Bara: Kenaikan Signifikan

Salah satu perubahan signifikan yang diusulkan dalam revisi peraturan ini adalah kenaikan tarif royalti pada sejumlah komoditas mineral, yang mencakup batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah. Berikut adalah detail rencana kenaikan tarif royalti:

Batu Bara:

Saat ini, tarif royalti batu bara berlaku secara progresif sesuai dengan Harga Batu Bara Acuan (HBA), dengan tarif PNBP IUPK berkisar antara 14%-28%. Dalam revisi ini, tarif royalti batu bara untuk harga HBA di atas US$ 90 per ton akan naik sekitar 1% menjadi tarif maksimum 13,5%.

Nikel:

Bijih Nikel: Tarif royalti saat ini adalah 10%, dengan rencana revisi menjadi progresif 14%-19%, yang berarti kenaikan sekitar 40%-90% dari tarif yang berlaku saat ini.

Nikel Matte: Tarif saat ini adalah 2%, dengan revisi menjadi progresif 4,5%-6,5%, yang berarti kenaikan tarif sekitar 125%-225%.

Ferro Nikel: Tarif saat ini adalah 2%, dan dalam revisi akan menjadi progresif 5%-7%, kenaikan sekitar 150%-250%.

Nikel Pig Iron (NPI): Tarif saat ini adalah 5%, dengan revisi menjadi progresif 5%-7%, kenaikan sekitar 0%-40%.

Tembaga:

Bijih Tembaga: Tarif saat ini adalah 5%, dengan revisi menjadi progresif 10%-17%, kenaikan sekitar 100%-240%.

Konsentrat Tembaga: Tarif saat ini adalah 4%, dengan revisi menjadi progresif 7%-10%, kenaikan sekitar 100%-250%.

Katoda Tembaga: Tarif saat ini adalah 2%, dengan revisi menjadi progresif 4%-7%, kenaikan sekitar 100%-250%.

Emas:

Saat ini, tarif royalti emas adalah progresif 3,75%-10%. Dalam revisi aturan, tarif royalti akan naik menjadi 7%-16%.

Perak:

Saat ini, tarif royalti perak adalah 3,25%, dan dalam revisi tarif akan menjadi 5%.

Timah:

Logam Timah: Tarif saat ini adalah 3%, dengan revisi menjadi progresif 3%-10%, kenaikan sekitar 0%-233% dari tarif yang berlaku saat ini.

Kritik dari Asosiasi Pertambangan

Meski pemerintah telah menyusun rencana kenaikan royalti minerba, kebijakan ini tidak luput dari kritik dari pelaku industri. Salah satunya adalah Meidy Katrin Lengkey, Sekretaris Umum Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI). Meidy mengungkapkan bahwa kenaikan tarif royalti nikel yang direncanakan menjadi 14%-19% dari tarif saat ini 10%, akan membuat Indonesia memiliki tarif royalti nikel tertinggi di dunia, jika dibandingkan dengan negara-negara penghasil nikel lainnya.

“Dari seluruh negara penghasil nikel, Indonesia yang tertinggi, yang saat ini sudah 10%, dan akan naik jadi 14%-19%. Tarif royalti nikel di negara lain seperti Amerika Serikat, negara-negara Asia, Eropa, bahkan negara tetangga jauh lebih rendah,” kata Meidy, Senin, 17 Maret 2025. Meidy juga menyoroti bahwa beberapa negara menerapkan royalti berbasis keuntungan (profit-based), yang lebih ramah terhadap pelaku industri.

Di tengah pandemi dan penurunan harga nikel global, Meidy mengingatkan bahwa tarif royalti yang tinggi dapat semakin menekan para pengusaha nikel di Indonesia, yang sudah menghadapi berbagai kewajiban dan tantangan pasar.

Pengaruh Kenaikan Tarif Terhadap Daya Saing Industri

Rizal Kasli, Ketua Badan Keahlian Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (PII), juga menyarankan agar pemerintah melakukan kajian lebih mendalam terkait perbandingan tarif royalti Indonesia dengan negara-negara penghasil minerba lainnya. Menurut Rizal, jika tarif royalti Indonesia terlalu tinggi, bisa berdampak negatif terhadap daya saing industri pertambangan dalam kancah internasional. Ia mengingatkan bahwa tarif royalti yang tinggi dapat membuat Indonesia kurang menarik bagi investor global.

“Penting bagi pemerintah untuk memastikan tarif royalti yang dikenakan tetap kompetitif di pasar global. Kita harus menjaga agar industri pertambangan Indonesia tetap dapat bersaing dengan negara-negara penghasil minerba lainnya,” tegas Rizal.

Pemerintah Indonesia memandang revisi tarif royalti minerba ini sebagai upaya untuk memperbaiki pendapatan negara dari sektor pertambangan, sambil tetap menjaga kelangsungan dan daya saing industri pertambangan. Meskipun ada beberapa protes dan kritik dari kalangan pengusaha, pemerintah menjanjikan bahwa kebijakan ini tidak akan memberatkan sektor pertambangan secara keseluruhan.

Proses revisi aturan ini diharapkan akan memperkuat kontribusi sektor minerba terhadap ekonomi Indonesia, sekaligus mendukung hilirisasi dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Para pengusaha dan pihak-pihak terkait kini menantikan kepastian implementasi aturan baru ini yang diyakini akan membawa perubahan signifikan bagi sektor pertambangan Indonesia.

Wahyu

Wahyu

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Takalar Tawarkan Rumah Murah Bawah Rp200 Juta

Takalar Tawarkan Rumah Murah Bawah Rp200 Juta

Harga Gabah Tinggi, Petani Tanah Laut Tersenyum

Harga Gabah Tinggi, Petani Tanah Laut Tersenyum

Harga BBM Terbaru Berlaku Seluruh SPBU

Harga BBM Terbaru Berlaku Seluruh SPBU

Cara Hemat Tambah Daya Listrik September 2025

Cara Hemat Tambah Daya Listrik September 2025

Pertamina Tambah Pasokan Gas Elpiji Malang Raya

Pertamina Tambah Pasokan Gas Elpiji Malang Raya