Rabu, 01 Oktober 2025

Subsidi Energi 2025 Belum Tepat Sasaran, Menkeu Siapkan Transformasi

Subsidi Energi 2025 Belum Tepat Sasaran, Menkeu Siapkan Transformasi
Subsidi Energi 2025 Belum Tepat Sasaran, Menkeu Siapkan Transformasi

JAKARTA - Alih-alih menyoroti besarnya angka pagu subsidi energi di APBN 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa lebih menekankan pada problem ketepatan sasaran penerima. Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30 September 2025), ia menegaskan bahwa kebijakan subsidi energi masih belum ideal dan justru sebagian dinikmati kelompok masyarakat mampu.

Mengutip data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Purbaya menyebut kelompok masyarakat sangat mampu — desil 8 hingga 10 — masih menguasai porsi signifikan dari subsidi yang sebenarnya dirancang untuk kelompok rentan. Hal inilah yang menurutnya menjadi pekerjaan rumah besar pemerintah di tengah komitmen menjaga stabilitas harga energi bagi masyarakat luas.

“Subsidi energi sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama: harga minyak dunia, nilai tukar rupiah, dan volume konsumsi. Harga jual BBM dan tarif listrik memang sudah disesuaikan sejak 2022, tapi belum mencapai harga keekonomian,” ujar Purbaya di hadapan anggota Komisi XI.

Baca Juga

Harga CPO Turun Tertekan Minyak Nabati dan Minyak Mentah

Beban Subsidi di APBN dan Selisih Harga Keekonomian

Purbaya menjelaskan bahwa selama ini beban subsidi ditanggung negara melalui selisih antara harga keekonomian dengan harga yang dibayar masyarakat. Sebagai contoh, untuk Pertalite, masyarakat hanya membayar Rp10.000 per liter dari harga keekonomian Rp11.700. Artinya, APBN menanggung Rp1.700 per liter atau sekitar 15 persen.

Pola serupa juga terlihat pada solar dan LPG 3 kg. Harga solar yang dibayar masyarakat sebesar Rp6.800 per liter padahal harga keekonomiannya Rp11.950. Negara menanggung Rp5.150 per liter atau sekitar 43 persen. Sementara untuk LPG 3 kg, subsidi bahkan mencapai 70 persen dari harga keekonomian.

“Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah. Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” jelasnya.

Dengan ilustrasi ini, Purbaya ingin menunjukkan betapa besar peran APBN dalam menahan gejolak harga energi di masyarakat. Namun ia menekankan, keberpihakan fiskal tersebut harus semakin terarah agar tidak “bocor” ke kelompok masyarakat yang sebenarnya mampu membayar harga keekonomian.

Komitmen Transformasi: Subsidi Berbasis Penerima Manfaat

Purbaya menegaskan pemerintah berkomitmen meningkatkan ketepatan sasaran subsidi melalui pemanfaatan data terpadu subsidi energi nasional. Transformasi subsidi kini diarahkan berbasis penerima manfaat, bukan lagi berbasis komoditas semata. Dengan begitu, subsidi benar-benar akan jatuh pada kelompok rumah tangga yang memang membutuhkan perlindungan fiskal.

“Ke depan, kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan,” pungkasnya.

Menurutnya, kebijakan ini menjadi penting karena ketidakakuratan sasaran subsidi energi tidak hanya menggerus fiskal negara tetapi juga menciptakan ketimpangan baru. Kelompok atas yang memiliki daya beli lebih besar menikmati harga energi lebih murah, sementara beban subsidi ditanggung seluruh pembayar pajak.

Angka Pagu dan Realisasi Subsidi 2025

Sebagai informasi, pagu subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025 mencapai Rp498,8 triliun. Hingga Agustus, realisasinya baru menyentuh Rp218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari total pagu. Angka ini menunjukkan beban besar yang harus ditanggung APBN sekaligus peluang untuk memperbaiki arah distribusi sebelum seluruh dana tersalurkan.

Dalam rapat tersebut, anggota Komisi XI juga menyoroti realisasi kompensasi dan subsidi, mengingat tingginya tekanan harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah berpotensi memperbesar beban subsidi tahun berjalan. Purbaya memastikan pemerintah tetap memantau variabel tersebut agar penyaluran subsidi berjalan sesuai alokasi.

Pentingnya Evaluasi Berkala

Purbaya menegaskan, sejak 2022 pemerintah telah melakukan penyesuaian harga BBM dan tarif listrik, tetapi masih jauh dari harga keekonomian. Tanpa evaluasi berkala, selisih harga ini berpotensi semakin melebar dan membebani APBN. Oleh karena itu, langkah pemerintah berikutnya tidak hanya menjaga harga, tetapi juga memastikan penerima subsidi sesuai sasaran.

Evaluasi ini menurutnya mencakup penguatan basis data, pemadanan dengan registrasi sosial ekonomi, serta pemanfaatan teknologi untuk memantau konsumsi energi bersubsidi. Dengan begitu, kebijakan fiskal bisa lebih tepat sasaran dan berkeadilan.

Harapan Masyarakat

Isu subsidi energi selalu menjadi sorotan publik karena langsung berkaitan dengan harga BBM, listrik, LPG, dan kebutuhan pokok lainnya. Pernyataan Purbaya dalam rapat kerja kali ini memberi sinyal bahwa pemerintah tidak sekadar menjaga kestabilan harga, tetapi juga serius memperbaiki distribusinya agar lebih tepat sasaran.

Langkah transformasi subsidi berbasis penerima manfaat yang sedang digodok diharapkan mampu menutup celah ketidakadilan. Dengan data yang lebih valid, kelompok rentan akan menerima perlindungan fiskal lebih baik, sementara kelompok mampu secara bertahap dikenakan harga keekonomian.

Aldi

Aldi

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

PGN Tingkatkan Keandalan Pasokan Gas Lewat Stasiun Bojonegara

PGN Tingkatkan Keandalan Pasokan Gas Lewat Stasiun Bojonegara

Penyebab dan Update Pemadaman Listrik Aceh 29 September 2025

Penyebab dan Update Pemadaman Listrik Aceh 29 September 2025

Astrindo Ungkap Strategi Batu Bara 2026 ke Jepang

Astrindo Ungkap Strategi Batu Bara 2026 ke Jepang

Harga Batu Bara Naik Didukung Kebijakan Energi Trump

Harga Batu Bara Naik Didukung Kebijakan Energi Trump

Harga BBM Pertamina Oktober 2025: Daftar Lengkap Terbaru

Harga BBM Pertamina Oktober 2025: Daftar Lengkap Terbaru