Kamis, 11 September 2025

Kecantikan Tak Perlu Validasi Digital: Rayakan Diri dengan Penuh Percaya Diri

Kecantikan Tak Perlu Validasi Digital: Rayakan Diri dengan Penuh Percaya Diri
Kecantikan Tak Perlu Validasi Digital: Rayakan Diri dengan Penuh Percaya Diri

JAKARTA - Di tengah era digital yang semakin masif, TikTok telah menjelma menjadi panggung utama yang membentuk persepsi kecantikan, terutama di kalangan perempuan muda. Melalui video pendek yang dibumbui dengan filter wajah, pencahayaan sempurna, serta gaya hidup estetik, media sosial ini tak hanya memengaruhi tren, tetapi juga menggeser nilai-nilai tentang keunikan dan kepercayaan diri perempuan.

TikTok, yang awalnya hadir sebagai platform hiburan, kini juga menjadi pencetak standar baru kecantikan. Filter wajah mulus, tubuh ideal, kulit cerah, dan gaya berpakaian yang mengikuti tren populer menjadi acuan tak tertulis tentang bagaimana seharusnya perempuan tampil. Dalam banyak kasus, ini melahirkan tekanan sosial yang kuat, terutama bagi remaja dan perempuan muda yang sedang membangun jati diri.

“Kita lupa bahwa kecantikan itu beragam, bahwa pori-pori di wajah, bentuk tubuh yang tidak simetris, atau gaya hidup yang biasa adalah bagian dari keunikan kita,” ungkap salah satu aktivis media sosial perempuan dalam sebuah video refleksi yang menjadi viral baru-baru ini.

Baca Juga

ASUS Vivobook Pro 16X OLED N7601, Laptop Kreator Andal 2024

Tren yang Mendikte, Bukan Menginspirasi

Berbagai tren di TikTok seperti #glowup, #makeovertok, dan video transformasi fisik menjamur di timeline pengguna. Meski ada niat inspiratif di baliknya, tak sedikit pula yang justru menyiratkan bahwa cantik berarti harus putih, langsing, berhidung mancung, dan selalu tampil mengikuti tren.

“Ketika algoritma terus menerus menampilkan konten yang mengagungkan satu tipe kecantikan, perempuan khususnya generasi muda terjebak dalam perbandingan tanpa akhir,” tegas narasumber yang juga seorang content creator bidang edukasi digital.

Fenomena ini diperparah oleh bagaimana algoritma TikTok bekerja. Video dengan tampilan menarik, pencahayaan sempurna, dan filter yang memperhalus wajah cenderung mendapatkan lebih banyak eksposur. Akibatnya, para pengguna merasa terdorong untuk menyesuaikan diri agar tampil sesuai dengan "standar viral."

Identitas Asli Tergerus Tren

Bagi banyak perempuan, mengikuti tren kecantikan TikTok terasa seperti keharusan agar bisa diterima atau dihargai di ruang maya. Ini menimbulkan efek psikologis yang tak ringan mulai dari menurunnya kepercayaan diri, kecemasan sosial, hingga keinginan untuk mengubah penampilan fisik secara drastis.

Padahal, menurut para pemerhati budaya digital, keunikan setiap individu seharusnya dirayakan, bukan ditekan oleh ekspektasi visual yang dibentuk melalui filter dan template digital.

“Mengapa kita harus menukar identitas asli demi menyerupai template yang dibuat oleh filter dan tren sementara?” tanya seorang influencer body positivity yang aktif menyerukan penerimaan diri di berbagai platform media sosial.

Ketidakinklusifan yang Meningkat

Lebih dari sekadar menciptakan standar tunggal kecantikan, TikTok juga dinilai semakin memperkuat ketidakinklusifan dalam representasi perempuan. Mereka yang tidak memiliki warna kulit cerah, tubuh langsing, atau gaya fesyen populer cenderung diabaikan, bahkan menjadi bahan olok-olok.

“Warna kulit, bentuk tubuh, atau gaya berpakaian yang tidak sesuai dengan tren utama sering diabaikan atau bahkan diolok-olok,” ujar seorang aktivis sosial yang rutin membahas isu perempuan dan media.

Hal ini membentuk siklus toksik di mana perempuan merasa harus terus-menerus "memperbaiki" diri demi mendapatkan validasi dari dunia maya. Akibatnya, banyak dari mereka merasa tidak cukup baik jika tidak mengikuti standar visual yang telah terbentuk.

Saatnya Mengubah Cara Pandang

Meski TikTok tak sepenuhnya buruk  karena juga menyediakan ruang kreatif dan peluang membangun komunitas — masyarakat perlu bersikap lebih kritis terhadap konten yang dikonsumsi, khususnya yang menyangkut representasi kecantikan.

TikTok juga menjadi medium berbagi minat, bakat, hingga isu sosial, yang jika dimanfaatkan dengan bijak, mampu memberdayakan perempuan dari berbagai latar belakang. Banyak komunitas perempuan yang saling mendukung dan menciptakan ruang aman virtual di platform ini.

Namun, penting untuk menyadari bahwa layar kecil tidak seharusnya menjadi cermin utama dalam menilai diri sendiri. Kecantikan sejati bukan tentang kesempurnaan visual, melainkan tentang bagaimana seseorang menerima dirinya sendiri, lengkap dengan segala kekurangan dan keunikan.

“Kecantikan sejati tidak ditentukan oleh algoritma. Kita, perempuan, berhak merayakan diri apa adanya, dengan segala keunikan dan keberagaman ekspresi kita,” tegas salah satu pengguna aktif TikTok yang sering mengunggah konten edukatif seputar kesehatan mental dan self-love.

Kampanye Kesadaran Diri Perlu Digalakkan

Dalam menghadapi gelombang konten visual yang mendikte, kampanye kesadaran akan keberagaman dan penerimaan diri menjadi sangat penting. Sekolah, media, keluarga, hingga influencer perlu berperan aktif dalam membangun narasi yang lebih sehat tentang kecantikan dan nilai diri.

Bukan berarti perempuan tak boleh merawat diri atau tampil menarik, namun penting untuk menanamkan pemahaman bahwa validasi bukan datang dari jumlah likes atau komentar, melainkan dari dalam diri sendiri.

“Jadilah versi terbaik dari dirimu sendiri. Karena sejatinya, kepercayaan diri adalah energi paling powerful yang tidak perlu divalidasi oleh siapa pun,” ungkap seorang psikolog klinis dalam sebuah webinar bertema "Digital Beauty vs Real Identity".

Jangan Ukur Diri dari Layar Kecil

Sudah waktunya kita berhenti mengukur nilai diri dari layar kecil yang hanya menampilkan potongan-potongan visual yang telah diedit, difilter, dan dipilih dengan cermat. Di balik setiap video viral, ada kenyataan yang sering kali berbeda.

Perempuan adalah pribadi utuh yang berharga bukan karena penampilan fisik semata, melainkan karena keunikan, keberanian, dan keaslian dirinya. Mari rayakan keberagaman dan hargai diri kita sendiri karena nilai sejati tidak pernah bisa ditentukan oleh algoritma.

Sindi

Sindi

teropongbisnis.id adalah media online yang menyajikan berita sektor bisnis dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Huawei Rilis Pura 80 Series, Andalkan Kamera Canggih

Huawei Rilis Pura 80 Series, Andalkan Kamera Canggih

Review Acer Nitro 16, Laptop Gaming 16 Inci Bertenaga

Review Acer Nitro 16, Laptop Gaming 16 Inci Bertenaga

Acer Perkenalkan Swift Go 14 OLED dengan Layar Jernih dan Baterai Tahan Lama

Acer Perkenalkan Swift Go 14 OLED dengan Layar Jernih dan Baterai Tahan Lama

OPPO A6 Pro Tawarkan Performa Unggul dan Tahan Lama

OPPO A6 Pro Tawarkan Performa Unggul dan Tahan Lama

Dell Tawarkan Laptop Berkualitas Untuk Segala Kebutuhan

Dell Tawarkan Laptop Berkualitas Untuk Segala Kebutuhan