FABA Batu Bara, Alternatif Pupuk Organik Ramah Lingkungan

Rabu, 04 Juni 2025 | 08:08:52 WIB
FABA Batu Bara, Alternatif Pupuk Organik Ramah Lingkungan

JAKARTA — Pemanfaatan Fly Ash and Bottom Ash (FABA), yakni limbah sisa pembakaran batu bara, kini tengah dikembangkan sebagai alternatif pupuk organik pengganti pupuk pabrikan. Dengan harga yang jauh lebih murah dan proses pembuatan yang sederhana, pupuk FABA berpotensi besar menjadi solusi bagi para petani di tengah mahalnya harga pupuk sintetis.

Penelitian yang dilakukan di lahan sawah gambut di Banda Cino, Korong Talao Mundam, Kenagarian Kataping, Kabupaten Padangpariaman menunjukkan hasil menjanjikan. Uji coba dilakukan oleh tim akademisi dari Universitas Taman Siswa (Unitas), yang dipimpin oleh Prof. Dr. M. Zulman Harja Utama bersama Dr. Widodo Haryoko dan Dr. Sunadi, dengan dukungan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Unitas.

Pupuk FABA: Murah, Efektif, dan Bisa Dibuat Sendiri

Menurut Prof. Zulman, pupuk berbahan dasar FABA yang telah diperkaya unsur organik terbukti efektif meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit, serta meningkatkan hasil panen, terutama untuk padi hitam yang menjadi objek riset utama.

“Kita tahu pupuk pabrikan saat ini harganya sangat mahal. Sementara pupuk FABA yang telah diperkaya dengan berbagai bahan organik, cost-nya di bawah Rp 20 ribu untuk berat 30 kg,” ujar Zulman saat ditemui di lokasi penelitian.

Ia juga menambahkan bahwa proses pembuatan pupuk FABA sangat sederhana. “Petani bisa membuat sendiri, karena tidak perlu teknologi canggih,” jelasnya.

Kandungan Nutrisi FABA Perlu Ditingkatkan

Meski menjanjikan, FABA secara alami hanya mengandung unsur mikro dalam jumlah signifikan. Kandungan unsur makro seperti nitrogen, fosfor, dan kalium masih rendah sehingga perlu ditingkatkan melalui proses pengayaan.

“Keterbaruan kita di sini adalah kita pakai Fly Ash batu bara, tanahnya marginal (tanah gambut) dan pupuk FABA yang diperkaya,” terang Zulman. “Kalau semata-mata memakai FABA, tentu kekurangan unsur hara makro. Maka perlu kita perkaya dengan mencampur kotoran hewan.”

Dalam penelitian ini, tim mencampurkan FABA dengan kotoran ayam, legum (jenis kacang-kacangan), rumput-rumputan, dan kapur. Semua bahan tersebut difermentasi menggunakan mikroorganisme hingga menjadi pupuk organik kompos yang kaya nutrisi.

“Kita bisa pakai kotoran dari hewan lain seperti kambing, sapi, atau kerbau, tergantung ketersediaan di lokasi,” tambahnya.

Produktivitas Sawah Gambut Meningkat

Penelitian dilakukan di sawah gambut yang dikenal sebagai lahan marginal karena kandungan hara alaminya sangat rendah. Namun dengan penggunaan pupuk FABA yang telah diperkaya, hasilnya sangat menggembirakan.

“Pemakaian FABA ini bermanfaat, apalagi di tanah yang miskin unsur hara seperti sawah gambut,” kata Zulman. “Produksi gabah kering giling pada tahun pertama mencapai 5,25 ton per hektar. Ini menunjukkan bahwa pemanfaatan FABA sangat potensial, apalagi jika dikombinasikan dengan pupuk pabrikan,” jelasnya.

Padi Hitam: Kaya Nutrisi dan Bernilai Ekonomi Tinggi

Padi hitam menjadi tanaman utama dalam riset ini. Selain ketahanan terhadap kondisi tanah marginal, padi hitam juga memiliki nilai ekonomi dan kesehatan yang tinggi.

“Padi hitam ini bagus untuk kesehatan. Keistimewaannya antioksidan dan seratnya tinggi. Dari hasil riset, seratnya 120 kali lebih tinggi dari beras putih,” jelas Zulman.

Tidak hanya itu, beras hitam juga mengandung kalium yang baik untuk kesehatan jantung, menurunkan risiko kanker, mendukung program diet, serta rendah gluten sehingga cocok bagi penderita alergi gluten.

Beras hitam hasil panen dari sawah riset ini telah dipasarkan di sejumlah supermarket di Kota Padang dengan merek “Tiga Toga” seharga Rp 35 ribu per kilogram.

Disetujui BRIN, Inovasi Ini Siap Direplikasi Nasional

Inovasi pemanfaatan FABA sebagai pupuk alternatif telah mendapatkan pengakuan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Proposal penelitian berjudul “Inovasi Teknologi Memperkaya FABA untuk Konversi Pupuk Pabrikan > 50% Pada Budidaya Padi Hitam dengan Produksi GKG > 5 MG/Ha di Sawah Gambut” disetujui BRIN sejak 2023 dan menjadi bagian dari pengembangan riset pertanian berkelanjutan di Indonesia.

Dengan dukungan ini, tim peneliti berambisi mereplikasi teknologi ini di wilayah-wilayah lain yang memiliki lahan marginal dan keterbatasan akses terhadap pupuk pabrikan.

Potensi Besar bagi Ketahanan Pangan Nasional

Dengan harga pupuk kimia yang terus meningkat dan kebutuhan nasional akan produksi pertanian yang efisien, pupuk FABA dapat menjadi salah satu solusi untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.

Lebih dari sekadar limbah pembangkit listrik, FABA kini menjadi peluang baru bagi sektor pertanian. Di tangan para peneliti, limbah tersebut diubah menjadi produk bernilai tinggi, baik secara ekonomis maupun ekologis.

Pengembangan pupuk FABA yang dilakukan di Padangpariaman ini merupakan bukti bahwa inovasi lokal bisa memberikan dampak besar terhadap pertanian berkelanjutan. Selain meningkatkan produksi padi di lahan sulit seperti sawah gambut, teknologi ini juga memberikan alternatif nyata bagi petani yang terdampak tingginya harga pupuk pabrikan.

Dengan potensi pengembangan yang luas dan dukungan dari institusi riset nasional, pupuk kompos FABA sangat mungkin menjadi andalan baru dalam pertanian organik di masa depan.

Terkini