JAKARTA - Konflik kepemilikan lahan antara warga lokal dan perusahaan tambang mencuat di Kabupaten Balangan. Seorang warga Desa Hukai, Kecamatan Juai, Syaiful Anwar, tengah memperjuangkan tanah yang diklaim sebagai hak miliknya. Tanah ini kini digunakan sebagai jalan hauling oleh perusahaan tambang Balangan Coal, tanpa persetujuan atau kompensasi yang layak.
Sejarah Sengketa dan Aksi Protes
Sengketa lahan ini bukanlah isu baru. Syaiful Anwar menegaskan bahwa tanah tersebut adalah miliknya yang diperoleh melalui hibah dari sang kakak. Seiring berjalannya waktu, tanah itu dialihfungsikan oleh Balangan Coal untuk kebutuhan operasional penambangan. "Saya bingung, bagaimana mungkin saya tidak boleh masuk ke lahan milik sendiri?," keluh Syaiful saat diwawancarai.
Proses Hukum dan Tindakan Blokade
Merasa diabaikan, Syaiful melakukan aksi blokade pada tahun 2022 sebagai bentuk protes. Tindakan ini dilakukan setelah upaya mediasi dan negosiasi dengan pihak perusahaan tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Upaya hukum juga dilakukan dengan menggandeng tim dari Restoratif Justice Law Office, yakni Nikolaus SH dan Heny Maria Olfah SH.
Bulan Maret 2025, Syaiful, didampingi kuasa hukumnya, mendatangi kantor Balangan Coal di Desa Murung Ilung. Kedatangan mereka bukan hanya untuk menuntut haknya, tetapi juga sebagai respons atas perlakuan yang dianggap semena-mena oleh pihak perusahaan, termasuk insiden di mana ia tidak diizinkan memasuki lahan yang diklaim.
Komentar Para Pihak dan Langkah Selanjutnya
Nikolaus SH, salah satu kuasa hukum Syaiful, menyatakan, "Hak atas tanah adalah hak yang dijamin undang-undang. Kami berkomitmen penuh untuk memperjuangkan hak klien kami hingga mendapat keadilan yang layak." Ia berharap bahwa masalah ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum yang adil tanpa harus menempuh langkah yang lebih ekstrem.
Pihak Balangan Coal sendiri, saat dimintai konfirmasi, belum memberikan tanggapan resmi terkait polemik yang sedang berlangsung. Namun, sumber internal yang tidak ingin disebutkan namanya menyebutkan bahwa perusahaan kemungkinan akan melakukan peninjauan ulang terhadap dokumen kepemilikan lahan untuk mencari solusi terbaik.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Sengketa seperti ini tidak hanya berdampak pada pihak yang bersangkutan, tetapi juga masyarakat sekitar. Jalan hauling tambang sangat vital bagi aktivitas pertambangan yang menjadi salah satu tumpuan ekonomi setempat. Jika jalan ini tidak dapat diakses, maka akan ada dampak ekonomi signifikan yang harus ditanggung.
Di sisi lain, perlindungan hak warga atas tanah yang dimiliki harus menjadi prioritas utama. Tanah bukan hanya sebuah aset ekonomi, namun juga warisan budaya dan identitas bagi masyarakat, terutama di daerah pedesaan seperti Hukai.
Opini Pakar dan Solusi Alternatif
Pakar hukum agraria dari Universitas Lambung Mangkurat, Dr. Anton Mulyono, menilai bahwa sengketa tanah di Indonesia seringkali disebabkan oleh tumpang tindih dokumen kepemilikan. "Hal ini perlu ditangani dengan cermat, terutama di wilayah yang sedang mengalami konflik. Mediasi dan edukasi mengenai hukum tanah sangat penting untuk mencegah kasus serupa di masa mendatang," ujarnya.
Sebagai solusi alternatif, Dr. Anton menyarankan mekanisme ADR (Alternative Dispute Resolution) atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lebih fleksibel dan cepat. "Melalui ADR, kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan bersama tanpa harus melalui proses panjang dan biaya tinggi di pengadilan," tambahnya.
Panggilan untuk Aksi Bersama
Banyak pihak berharap masalah ini bisa segera memperoleh jalan keluar yang tepat. Keterbukaan dari perusahaan untuk duduk bersama dengan warga yang bersengketa diharapkan dapat memunculkan solusi yang saling menguntungkan. Selain itu, dukungan dari pemerintah setempat juga diperlukan untuk memfasilitasi dialog antara kedua pihak.
Kasus Syaiful Anwar adalah pengingat bahwa hak tanah di Indonesia masih sering menjadi permasalahan serius. Melihat besarnya dampak dari sengketa lahan ini, masyarakat, pemerintah, dan perusahaan harus dapat bekerja sama mencari jalan tengah demi kesejahteraan bersama.
Konflik lahan di Balangan ini menuntut perhatian serius berbagai pihak. Penyelesaian yang damai dan adil harus menjadi prioritas, agar tercipta keharmonisan antara kepentingan ekonomi dan hak masyarakat. Diharapkan pula ke depan, setiap aksi yang diambil selalu berfusikan pada prinsip keadilan dan kesejahteraan masyarakat lokal.