JAKARTA - Perkembangan terbaru dari konflik industrial yang melibatkan PT Angkasa Pura Support (APS) tampaknya semakin memanas setelah enam pekerja dari perusahaan tersebut mengambil langkah hukum. Keenam pekerja tersebut mengajukan laporan ke Kepolisian Daerah Bali dengan nomor registrasi LP/B/129/1/2025/SPKT/POLDA BALI pada 20 Februari 2025. Tindakan ini diambil menyusul keputusan manajemen yang menskorsing mereka setelah aksi mogok kerja yang digelar sebelumnya.
Latar Belakang Mogok Kerja
Aksi mogok kerja yang menjadi pemicu skorsing ini didorong oleh tuntutan yang diajukan oleh para pekerja, yaitu penghapusan kata 'project' dari Surat Keputusan (SK) pengangkatan karyawan. Para pekerja menganggap istilah 'project' menimbulkan ketidakpastian status kepegawaian dan mempengaruhi stabilitas pekerjaan mereka. Satu pekerja yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, "Kami merasa istilah 'project' itu membatasi masa kerja kami dan berisiko mempengaruhi kelangsungan pekerjaan jangka panjang."
Langkah Hukum dan Respon Kepolisian
Melalui kuasa hukum mereka, pekerja yang diskors tersebut kini menempuh jalur hukum dengan mengajukan laporan ke kepolisian, berharap hal ini dapat memberikan jalan keadilan terhadap keputusan yang dianggap tidak adil. "Kami berharap dengan langkah ini, perusahaan akan berunding dan mencari solusi yang bijaksana. Keputusan sepihak seperti ini adalah langkah yang tidak adil," ujar pengacara mereka dalam sebuah pernyataan.
Hingga saat ini, pihak kepolisian menyatakan akan memproses laporan tersebut sesuai prosedur yang berlaku. Juru bicara Polda Bali mengonfirmasi penerimaan laporan tersebut dan menyatakan, "Kami akan memeriksa semua pihak terkait untuk mendapatkan informasi yang lengkap dan mengusut perkara ini dengan cara yang transparan."
Respon PT Angkasa Pura Support
Sementara itu, manajemen PT Angkasa Pura Support belum memberikan tanggapan resmi terkait laporan polisi yang dilayangkan para pekerja. Namun, dalam pernyataan sebelumnya terkait masalah ini, manajemen menegaskan bahwa keputusan skorsing diambil sebagai tindakan disipliner menyusul aksi mogok yang dinilai mengganggu operasional perusahaan.
"Keputusan untuk melakukan skorsing sesuai dengan peraturan dan tata tertib perusahaan," demikian isi pernyataan resmi dari juru bicara PT Angkasa Pura Support.
Kasus ini telah menarik perhatian publik, terutama serikat pekerja dan aktivis hak buruh. Banyak yang mengecam tindakan skorsing dan menyatakan dukungannya kepada pekerja yang terlibat. Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia, menyatakan keprihatinannya terhadap kejadian ini, "Kita harus memastikan bahwa hak-hak pekerja dilindungi dan perusahaan tidak melakukan tindakan sewenang-wenang."
Di media sosial, berbagai kelompok pekerja dan aktivis hak asasi manusia turut menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan PT Angkasa Pura Support dan mendesak pemerintah untuk memantau kasus ini dengan seksama.
Penjelasan Pakar Hukum Ketenagakerjaan
Pakar hukum ketenagakerjaan, Dr. Indra Susanto, menilai kasus ini sebagai cerminan dari ketegangan hubungan industrial yang sering terjadi di perusahaan yang terdampak oleh proyek berjangka. "Masalah pengangkatan dengan status 'project' ini memang bisa menimbulkan ketidakpastian bagi pekerja. Oleh sebab itu, penting bagi kedua belah pihak, baik manajemen maupun pekerja, untuk duduk bersama mencari resolusi yang adil," katanya.
Dr. Indra menggarisbawahi pentingnya sosialisasi dan transparansi perusahaan dalam menyampaikan kebijakan kepada pekerja untuk menghindari konflik yang tidak diinginkan.
Peleburan konflik industrial ini menjadi tantangan tersendiri bagi PT Angkasa Pura Support dan pekerjanya untuk menemukan jalan keluar yang kompromistis. Kepedulian dan dukungan dari publik dan komunitas pekerja menjadi kekuatan tambahan bagi para pekerja yang saat ini menghadapi ketidakpastian akibat dari tindakan skorsing tersebut.
Kasus ini layak untuk terus diikuti, tidak hanya sebagai upaya pencarian keadilan bagi pekerja yang terdampak, tetapi juga sebagai cerminan bagaimana industri harus beradaptasi dengan praktik ketenagakerjaan yang lebih adil di masa mendatang. Para pihak diharapkan dapat segera mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan berlandaskan keadilan.
Sebagai penutup, apa yang terjadi di PT Angkasa Pura Support menjadi pengingat bahwa komunikasi dan transparansi dalam hubungan kerja adalah kunci utama untuk mencegah terjadinya konflik berkepanjangan yang hanya merugikan semua pihak.